Article Detail

SEMUA TERJADI DENGAN TIBA TIBA

Semua terjadi dengan tiba tiba itulah judul yang saya gunakan untuk sharing “ Work From Home”. Kenapa terjadi dengan tiba tiba? Karena tidak terpikirkan akibatnya  WFH sampai selama ini. Dan semua  terjadi di luar logika dan perkiraan saya. Hari Senin, tanggal 9 Maret 2020 siswa siswi kelas 12 melaksanakan  ujian sekolah yang   terjadwal. Diantara peserta ujian ada murid saya yang tidak bisa ikut   karena sakit. Ketika hari Rabu belum muncul juga ke sekolah, saya menelponnya tapi siswi ini mengatakan bahwa ia harus  kontrol ke rumah sakit.Demikian juga hari Kamis,dan  jumat nya.Ia mengatakan bahwa ia harus bolak balik ke RS Gading  di Kelapa Gading dan RS  Cipto Mangunkusumo. Saya ingin “home Visit “anak itu.Tetapi karena harus bolak balik kontrol  kunjungan pun saya urungkan pada  hari berikutnya.

Hari Sabtu tanggal 14 Maret Ketika jam 9.00 waktunya jam istirahat HSG  tanggal 14  pas bertepatan dengan HSG) saya minta ijin ibu Rina untuk menjenguk siswi yang sakit ini, Namanya Wendy Wenni. HSG pada hari itu sedang  membahas materi muddle dan yang jadi pembicara  teman sendiri yang Namanya Pak Estu. Saya minta ijin untuk Home Visit. Karena selama 3 hari berturut turut tertolak untuk menjenguk karena situasi dan kondisi. Siswi Wendy Wenny tinggal di Perumahan Gria Dadap Tangerang. Lokasinya   cukup  jauh  jika di tempuh dari Kawasan Pluit. Hari itu saya menuju rumah Wenny dengan  menaiki   grab mobil. Perjalanan saya tempuh  selama kurang lebih satu jam. Selama perjalanan,  saya memperhatikan jalan amat  sepi dan lengang. Pengemudi grab seorang ibu Tionghoa yang ternyata ibu kost  dari siswi  kelas XI   SMA Tarakanita 2. Di dalam mobi grab saya agak pengap duduk di belakang karena ibu pengemudi menggunakan aromatherapy mobil minyak  angin, kayak minyak kampak di campur “ppo” baunya kayak minyak untuk “simbah-simbah “ yang sakit  dan malah membuat kepala saya pusing. Kata ibu sopir  aroma  tersebut menghalau virus kalau pas mengantar  penumpang. Saya usul jendela di buka sedikit ketka mendekati perumahan, tetapi ibu itu menolak. “Takut virus masuk ke mobil”, katanya.

Ketika berangkat dari depan sekolah Tarakanita Pluit ibu pengemudi mengatakan bahwa ia bersedia mengantar pulang Kembali ke sekolah. Tetapi saya menolak karena mobilnya pengap oleh aroma “PPO”.Setelah mencari alamat Wenny ke sana kemari akhirnya saya menemukan rumah yang  saya cari. Sayapun turun dari mobil Grap danmobil Grap segera berlalu pergi. Selama berkunjung atau “home visit” ke siswi Wenny saya memperoleh informasi bahwa  Wenny menderita kanker ovarium stadium akhir,Ia akan segera dikemo therapi. Sebelum kemo dilaksanakan ia harus bolak balik ke RS Cipto mangunkusumo untuk menyelamatkan “sel telur” sebelum organ reproduksi  menjadi bermasalah bila kemo terapi segera dijalaninya. Demikian juga ayahnya. Ayah wenny juga   menderita kanker, kanker yang diderita adalah kanker tenggorokan.Ayahnya sudah menjalani kemo terapi yang kesekian kalinya, hingga rambutnya rontok dan   mulutnya berdarah. Dalam hati aku berdoa Semoga Tuhan menjamah sakit Wenny dan ayahnya hingga sembuh  dan  sehat Kembali.

Pulang dari kunjungan “home visit”, saya langsung pulang naik taksi ke Slipi sebab sudah melewati jam pulang HSG. Selama perjalanan  menuju rumah jalan terasa lengang dan sepi. Sopir taksi juga mengeluh penghasilan hari itu., sangat menurun, karena corona.  Sesampai di rumah  saya melihat acara TV cabel CNN yang isinya gubernur Anis mengumumkan  agar Jakarta Lock Down  dan anak anak sekolah di rumah saja lewat program Jarak Jauh. Semua begitu tiba tiba dan tidak terpikirkan oleh pikiran saya.

            Hari Senin , tanggal 16 Maret  , siswa siswi tidak masuk sekolah ,  libur untuk sementara.  sampe Selasa 17 Maret. Bapak ibu guru masuk kerja seperti biasa di hari Senin itu. Pada hari  Selasa   saya masih masuk kerja di sekolah, Rabu tanggal 18 Maret saya mulai melaksanakan kerja jarak jauh dari rumah mendampingi siswa siswi   hingga sekarang.. Suasana bencana covid 19 di ibu kota sangat mencekam. Banyak   hal yang menjadi pembelajaran  untuk saya dalam menghadapi situasi ini terutama dalam  bekerja mendampingi anak jarak jauh.  juga mengatasi kekhawatiran saya karena dari berita TV penderita covid 19 terus menerus bertambah.

Selama bekerja jarak jauh saya tidak pernah pergi meninggalkan rumah  hanya apabila perlu membeli bahan makanan dan ke atm.

 

Suka Duka PJJ ( Pendampingan Jarak jauh)

Selama pendampingan jarak  jauh banyak suka duka yang saya rasakan, tiap hari saya menyapa anak anak  ditiap kelas yang menjadi tanggung jawab saya. Termasuk kelas 12 yang masih harus menghadapi ujian  sekolah yang tertunda. Tidak mudah memberikan pendampingan di masa PJJ untuk mereka, karena beberapa faktor, antara lain,menghadapi anak anak yang malas belajar, pola yang berubah tiba tiba, tidak ada tatap muka langsung sehingga gestur tidak Nampak, tidak bisa membaca emosi anak secara langsung.

Setiap pagi hari sekitar jam 7 .00 saya membangunkan mereka dan menyapa agar mempersiapkan hari mereka. Pembelajaran dimulai jam 8.00 pagi. Kalau sampai jam 8.00 belum muncul online biasanya saya akan menghubungi anak tersebut lewat Line atau WA, tetapi apabila anak tersebut belum respon juga saya akan telpon orang tuanya. Biasanya orang tua akan bergerak cepat membangunkan anaknya. Ada kejadian yang sungguh keterlaluan untuk  satu anak putri kelas 12, dimana   suatu hari anak itu tidak online Lalu saya menyapanya..Pada waktu saya sapa tidak ada respon, orang tua saya tilpun juga tidak ada respon. Anak dan ibu merespon jam  I siang Ketika pembelajaran hampir berakhir. Mereka mengatakan   baru bangun jam 1 siang itu. Ampuun Tuhan,

 Bagaimanapun saya harus sabar mendampingi mereka  dalam situasi seperti ini. Demikian juga untuk siswi yang sakit  dan perlu pendampingan .  Saya dan ibu Sinta bagian kurikulum bau membau untuk pendampingan  dan mengingatkan anak  tersebut.

Beberapa guru kadang minta tolong saya untuk  menegur anak yang belum mengumpulkan tugas di hari H yang ditentukan, untuk menghadapi situasi ini biasanya saya sampaikan kepada anak bahwa ia belum menyelesaikan tugas paling lambat hari  tertentu, kalau juga belum dikumpulkan saya akan menyampaikan orang tua. Beberapa anak merasa  khawatir kalau pihak sekolah langsung menghubungi orang tua.

Pada pendampingan Jarak jauh saya juga melakukan  konseling kepada anak anak. Akan tetapi i konseling terlaksana  tidak maksimal karena  keketerbatasan  situasi. Anak anak yang selama ini bermasalah berat dan menghadap ke  saya , selama PJJ tidak bisa cerita  leluasa sebab yang diceritakan adalah papa mamanya sendiri. Demikian juga anak anak yang depresi   karena keluarga, sampe sekarang belum ada keluhan yang berarti. Mungkin “Stay at home” telah mempersatukan mereka Bersama keluarga.  Pada situasi seperti ini , saya juga membuatkan surat rekomendasi perguruan tinggi bagi kelas 12 yang membutuhkan. Juga orang tua yang  konsultasi jarak jauh berkaitan dengan lanjutan studi  anaknya.

Duka yang lain adalah persoalan koneksi yang tidak lancer. Koneksi terputus Ketika menghubungi siswa. Zoom atau konferensi Bersama Kepala Sekolah dan guru tiba tiba terputus tanpa sebab.

Suara yang dihubungi terputus putus. Siswa yang dihubungi dan sudah di Line mengatakan tidak menerima pesan apapun dari saya. Padahal sudah berderet pesan tulisan Line saya sampaikan. Selain itu kadang Telpon genggam juga bermasalah,  menjadi “hang” saking panasnya.

Beberapa catatan masalah lain yang saya alami yaitu  telpon yang  tidak segera diangkat Ketika berdering, mungkin orang tua malu saya telpon  terus menerus bila anaknya belum Online. Tetapi tiba tiba saja  anaknya muncul online. Kadang sampai malam hari orang tua masih mengirimkan  Wa untuk menanyakan  info perguruan tinggi, dan tak kenal waktu sampai jam 22.30 malam. Bagaimanapun juga saya tetap mendampingi demi orang tua ingin memperoleh info yang “up to date”

Masalah lain yang juga saya rasakan Ketika konseling  ke orang tua yaitu, kadang kadang orang tua “ Gap Tek” alias gagap Teknologi. Atau Hal lain orang tua tidak bisa berbahasia Indonesia dengan lancar.Ada  Juga orang tua yang   “takut” atau  “kalah’ dengan anaknya, sehingga anaknya tidak melakukan perubahan apapun dan tidak mengikuti pelajaran online. Orang tua bersikap tidak ada apa apa dan cenderung masa bodoh. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi saya dalam pendampingan anak anak terutama di permulaan masa SMA.

Selama pandemic Covid 19  dan situasi sulit ini, semangat  nialia nilai  Cc 5 yang ditanamkan Suster suster cinta kasih  Boromeus, Yayasan Tarakanita tetap  terpatri di hati saya.Saya  akan  selalu berbela rasa pada anak didik saya,  terutama yang berkesesakan dan perlu pendampingan.Saya juga mensyukuri apapun keadaan ini, sebab saya tidak sendiri. Bersama Bapak ibu guru kita berjuang Bersama untuk anak anak,. Saya harus berkompeten untuk pendmapingan anak dengan berbagai cara meskipun keadaan terbatas. Serta kreatif mensikapi situasi yang ada,” menjemput bola” untuk anak anak yang perlu pendampingan, menyapa bila  ada yang malas malasan, menanyakan ke para wali kelas untuk menanyakan  anak  yang              “ diwalinya” dan perlu pendmapingan. Selanjutnya kekompakan Bapak ibu guru yang tergabung dalam Community SMA Tarakanita 2 tetap dibangun menjadi satu keluarga, anak anak tetap menjadi pantauan  kami bersama untuk tetap mematuhi aturan pemerintah untuk tetap “ Stay at home” agar pandemi cepat berlalu.

Rapat dan koordinasi guru

Untuk Rapat dan koordinasi guru biasa mulai jam 7.30. Bu Rina mengadakan pertemuan  lewat zoom untuk pengarahan dan doa Bersama di hari itu yang dipimpin salah satu teman secara bergilir. Demikian juga Ketika jam 14.00 semua guru mengadakan pertemuan lagi untuk menyampaikan beberapa hal yang dirasa perlu   juga pengumuman  pengumuman yang perlu didengar guru di sampaikan bu Rina, ditutup dengan doa.Ada rasa kangen  untuk   bersama lagi di sekolah ketemu  siswa siswi dan juga bapak ibu guru.

Dengan adanya bencana nasional wabah covid 19 dan melaksanakan  Work  from home ada hikmah yang saya dapatkan yaitu keluarga lebih intens  berkumpul  .Anggota keluarga   anak dan suami  yang  biasanya sendiri sendiri  karena sibuk bekerja kini bisa bersama di rumah dalam bekerja. Ada waktu untuk berolah raga dan berjemur matahari . Ada waktu lebih banyak untuk berdoa. Dan misa  harian di pagi hari lewat  acara streaming di you tube Terbebas dari macet. Sedang kendala utama adalah bosan, karena hanya tinggal di rumah.

Peristiwa lain yang tidak akan saya lupakan seumur hidup karena  wabah Covid 19 ini adalah ibadah  Paskah yang  diadakan di rumah masing masing sejak minggu Paskah  hingga Tri Hari Suci.Paskah yang membuat saya harus konteplatif, hening menyepi dan menangis. Paskah tanpa menerima komuni, dan Paskah dengan komuni batin. Rasa haru juga saya rasakan  mendengar kotbah bapak Kardinal. Mendengar kotbah dari Bapak Paus yang memberi berkat dan doa di tengah wabah. Paskah yang tanpa umat di gereja tetapi  Tuhan hadir disetiap keluarga.

Dalam wabah Virus Corona ini rasa was was juga menghantui saya karena lingkungan saya merupakan Zona merah, dimana mahasiswa calon pendeta Bethel wilayah slipi petamburan telah ter infeksi Virus  Corona sebanyak 36 orang dan pendeta  Bethel yang rumahnya tidak jauh dari rumah telah dijemput petugas Kesehatan dengan pakaian lengkap khas tanaga medis. Wilayah Petamburan dan tanah abang  menjadi perhatian pemerintah karena memiliki jumlah orang terinveksi tertinggi di wilayah Jakarta.

Demikian sharing saya. Saya berharap semoga wabah ini segera berakhir.Saya sudah kangen bertatap muka secara langsung dengan anak anak , murid muridku  semua. Demikian juga Bersama  bapak dan  ibu guru. Saya rindu situasi normal Kembali.

Semoga Tuhan mendengar doa saya.

Amin.

Susiana Bertawati

Guru  BK  SMA Tarakanita 2

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment