Article Detail
Kontroversi Trump
Pengeksposan Donald Trump yang beredar di Twitter
(sebuah platform media sosial) menjadi suatu perbincangan hangat masyarakat
di berbagai negara. Donald Trump menentang kekalahannya dalam Pilpres yang
diselenggarakan pada hari Rabu, 4 November 2020 lalu. Ia mengklaim bahwa hasil
pemungutan suara yang telah dipublikasikan merupakan sebuah kesalahan dari
pengawas Pilpres dan kecurangan Joe Biden. Masyarakat yang merupakan pendukung
Donald Trump berdemonstrasi menolak hasil pemungutan suara dalam Pilpres
Amerika 2020 pada hari Sabtu, 14 November 2020 waktu setempat dan hari Minggu,
15 November 2020 di Freedom Plaza, Washington DC.
Donald Trump, orang nomor satu di Amerika
yang sekarang sudah melepas jabatannya sebagai Presiden, saat ini terus
menyuarakan kekecewaannya melalui berbagai sarana media sosial seperti Twitter
dan Televisi dan mendorong para pengikutnya untuk ikut berdemonstrasi dan
menolak keras hasil Pilpres Amerika Serikat karena menganggap bahwa ada
kecurangan yang disengaja terhadap hasil pemungutan suara tersebut. Padahal
pada kenyataannya tidak ada unsur kecurangan sama sekali dalam pelaksanaan
Pilpres awal bulan November lalu. Hal ini dapat dibuktikan dengan rekaman video
tentang perhitungan pemungutan suara yang diawasi oleh pemantau tempat
pemungutan suara, serta saksi yang berada di tempat tersebut mengadvokasi para
pengawas. Departemen Keamanan Dalam Negeri AS juga sudah memastikan bahwa
pemilihan presiden Amerika Serikat yang ke-46 melalui surat adalah cara yang
aman. Oleh karena itu, 592 surat suara yang ada seharusnya tidak perlu dipermasalahkan.
Untuk memenangkan hasil pemilu ini, setidaknya salah satu kandidat harus
memiliki 270 suara elektoral. Pada perhitungan hasil suara saat Joe Biden
memiliki 274 suara elektoral sementara jumlah suara elektoral untuk Donald
Trump 270, Trump sudah merasa dicurangi. Donald Trump merasa dirugikan karena
ia meragukan para staf yang mengurus hasil pemilu.
Sistem pemungutan suara untuk Pemilu di
Amerika Serikat sendiri menggunakan sistem pemungutan suara elektoral atau Electoral
College, dan menganut istilah “The Winner Take All” yang artinya pemenang
mendapatkan segalanya. Joe Biden pun terbukti memenangkan banyak suara secara
penuh dan mutlak di 26 negara bagian seperti Arizona, Michigan, Pennsylvania,
Wisconsin yang merupakan negara bagian yang dimenangkan dahulu pada tahun 2016
oleh Donald Trump. Sedangkan Donald Trump, walaupun memenangkan suara di 25
negara bagian juga, namun hasil suara tersebut tidak sepenuhnya berpihak
padanya karena masih ada yang memilih Joe Biden.
Sikap Donald Trump dalam menghadapi
kekalahannya terhadap Pilpres AS yang diselenggarakan bukan November 2020 lalu
sangatlah kekanak-kanakan. Sosok yang pernah menjadi orang nomor satu di
Amerika tersebut dapat memberikan pengaruh yang sangat besar, baik itu positif
maupun negatif. Daripada menerima kekalahan dan menasihati para pendukungnya
untuk berdamai dengan para pendukung Joe Biden, beliau malah mendorong para
pendukungnya untuk berdemonstrasi di tengah kekacauan akibat pandemi, secara
tidak langsung mengangkat risiko kenaikan angka penderita Covid-19,
mengorbankan khalayak ramai demi meraih kesuksesannya sendiri. Presiden AS
ke-45 ini tidak mau menerima kekalahan yang sudah pasti, terus menerus
mendorong perpecahan di antara masyarakat negara Amerika Serikat atas klaim
yang tidak berbasis fakta yang mendukung. Aksinya ini juga memberinya hasil
nihil, karena bukti atas keabsahan hasil pemilihan presiden ke-46 negara
Amerika Serikat sudah di depan mata, sementara Trump gagal membuktikan
validitas klaimnya sendiri.
Konsekuensi dari sikap mantan presiden AS
ini menimbulkan beberapa masalah yang dapat mengancam negara secara internal.
Masalah-masalah tersebut salah satunya adalah rasa skeptis yang timbul di
antara masyarakat terhadap pemerintah AS yang terdengar sepele namun menghasilkan
permasalahan yang sama sekali tidak dapat diremehkan. Pada kenyataannya, hal
ini menimbulkan kerusuhan saat beberapa pihak melakukan unjuk rasa dengan
menggunakan senjata seperti bom molotov yang dapat mengusik keamanan warga
sekitar. Donald Trump, seorang mantan presiden salah satu negara adidaya yang
seharusnya dapat menjadi penyelamat orang banyak justru selama ini telah
menyebabkan ancaman radikalisme dan mengundang banyak politikus yang mengkritik
bahwa Trump tidak memiliki kompetensi yang dicirikan oleh profesionalisme dalam
memisahkan pekerjaan publik (sebagai presiden) dan kehidupan
sehari-harinya.
Selain ancaman radikalisme, sikap Trump
yang tidak rasional dalam menghadapi masalah negara dapat mengancam berbagai
masalah negara yang lain seperti pemberontakan, perang saudara, aksi teror,
agresi, pelanggaran wilayah, spionase, sabotase, dan lain-lain yang berpotensi
merusak persatuan dan kesatuan bangsa dan ideologi negara Amerika Serikat.
Pemilihan umum seharusnya dimanfaatkan sebagai sarana pemersatu negara dalam
upaya meningkatkan potensi negara dan kesejahteraan masyarakat, bukan sebagai
sarana peperangan dan pertumpahan darah antar masyarakat yang berbeda pilihan.
Hasil yang ada merupakan hasil pilihan mayoritas warga negara yang seharusnya
dihargai dan diterima dengan lapang dada. Membentuk tali persaudaraan dengan
cara berpendapat bisa dilakukan dengan cara yang baik dan dengan rasa
kekeluargaan.
Belum juga mendapat hasil usai menyebarkan
propaganda bagi pendukungnya untuk menimbulkan kerusuhan, Donald Trump
meneruskan kasus 'kecurangan' hasil pemungutan suara ini ke pengadilan di
Pennsylvania. Setelah gugatannya ditolak sebab tidak berbasis argumen yang
masuk akal, beliau masih bersikeras dengan menekan badan legislatif negara
bagian yang dipimpin Partai Republik untuk membuang total suara dan menyatakan
dirinya sebagai pemenang. Sebagai sosok penting di salah satu negara adidaya,
perilakunya sama sekali tidak menunjukkan kedewasaan yang berbanding lurus
dengan posisi yang dimilikinya.
Kekalahan dalam suatu pertandingan
merupakan suatu hal yang mengecilkan hati namun hal tersebut juga merupakan
suatu hal yang biasa. Di setiap pertandingan selalu ada yang menang dan yang
kalah. Mengetahui hal tersebut, tentunya setiap orang harus bersikap sportif dan
menerima apapun hasil dari pertandingan tersebut walau tidak sesuai dengan
ekspektasi yang dimiliki. Sebaiknya ekspektasi tinggi itu sendiri jangan
dibiarkan berdomisili dalam pikiran seseorang untuk mencegah kekecewaan besar
yang mungkin datang. Sebagai figur publik dan sosok yang dapat menjadi
inspirasi banyak orang, seharusnya Trump tidak bersikap demikian. Trump yang
menyuruh para pendukungnya untuk terjun ke jalanan dan mengadakan penolakan
keras secara massal di tengah-tengah kekacauan pandemi, juga menyewa banyak
pengacara untuk memenangkan kasus yang hanya berlandaskan tuduhan spekulatif,
walau pada kenyataannya sudah terbukti bahwa hasil pemungutan suara mutlak
adanya, sangatlah mengecewakan. Seharusnya Trump bersikap sportif akan
kemenangan Joe Biden.
Adapun jika memang dalam suatu pemilihan
umum ada pihak yang merasa dicurangi, sebaiknya pihak tersebut mengumpulkan
bukti yang mendukung validitas argumen dan tuduhannya, kemudian dibawa ke
pengadilan. Propaganda terhadap para pendukung untuk berdemonstrasi di
tengah-tengah pandemi atas hasil pemilihan umum sangatlah tidak diperlukan dan
tidak akan membawa hasil yang baik, sebaliknya hal tersebut malah akan
menimbulkan kekacauan dan perpecahan. Selain itu, anggota masyarakat yang
melakukan kekerasan berupa penggunaan senjata dan bentuk kekerasan lainnya yang
berpotensi membahayakan keamanan masyarakat sekitar perlu diberikan sanksi yang
efektif membuat jera.
Anggota Kelompok :
-Cecilia
Erin / 04 / XIIA1
-Felicia
Lee / 10 / XIIA2
-Stefany
Ismantara / 31 / XIIA2
-
there are no comments yet