Article Detail
REFLEKSI BELAJAR JARAK JAUH
Ketika mendengar berita di televisi maupun
media sosial pada bulan Februari tentang
virus corona yang merebak di semua negara
khususnya di luar negeri, perasaan saya masygul, dan bertanya tanya virus apa itu? dari mana
asalnya? mengapa muncul? dan seperti apa? Setiap hari berita tentang virus ini tidak pernah
berhenti. Bahkan di manca negara diberitakan banyak sekali orang yang meninggal karena virus ini, mencapai ribuan. Di berita berikutnya saya juga mendengar bahwa virus ini bukan lagi hanya
menyebar tetapi sudah dinyatakan sebagai pandemi yang artinya penyebarannya sangat
cepat, lintas
dearah/negara dan tidak mudah untuk dicegah.
Dalam
kondisi seperti itu, saya tetap setia menapaki jalan menuju ke arah SMA
Tarakanita 2 Pluit. Setiap pagi berangkat untuk bekerja. Apalagi memasuki semester 2 yang artinya banyak hal
harus dipersiapkan dan dilakukan, misalnya menyiapkan
materi untuk ujian kelas 12, ataupun persiapan - persiapan lain terkait
pembejalaran kelas 10 dan 11. Semuanya saya jalani dengan perasaan biasa-biasa
saja tidak ada rasa ketakutan terhadap pandemic dari virus corona ini. Mengapa? karena dalam
berita-berita saya masih selalu mendengar bahwa itu terjadi di negara lain dan
bukan di Indonesia. Indonesia bebas dari pandemi virus ini.
Rasa
tenang saya baru mulai terusik ketika suatu saat Presiden Jokowi mengumumkan
secara resmi bahwa di Indonesia telah terdeteksi
ada 2 orang yang menderita virus ini dan harus dikarantina. Walaupun demikian saya tetap berangkat kerja
seperti biasa. Berdesak-desakan di busway ataupun kereta api tanpa memakai masker
karena Bapak Menteri Kesehatan juga mengatakan yang harus pakai masker adalah
yang sakit saja, karena masker adalah untuk orang sakit.
Semakin
hari berita tentang wabah corona di Indonesia semakin signifikan perkembangannya. Dari hari kehari jumlah pasien selalu meningkat dan
penyebarannya pun sudah meluas di banyak propinsi. Ada beberapa orang yang dinyatakan meninggal. Keadaan
ini membuat pemerintah membentuk team
khusus untuk menangani penyebaran virus ini. Tentunya hal ini bukan peristiwa
biasa, mulailah pemerintah mewajibkan beberapa langkah penting bagi masyarakat
diantaranya memakai masker dan rajin cuci tangan dengan hand sanitizer. SMA
Tarakanita 2 dengan cepat juga merespon himbauan tersebut. Sekolah berupaya
menyediakan hand sanitizer bagi seluruh warga
komunitas. Fakta berikutnya adalah
hand sanitizer pun menjadi barang
yang langka dan harganya berlipat-lipat.
Dalam
situasi demikian pembelajaran di sekolah masih berjalan normal seperti
biasanya, apalagi kelas 12 sedang menjalankan ujian sekolah. Situasi perasaan
hati saya sebenarnya sudah mulai gundah. Ada beberapa pertanyaan dalam batin saya sedahsyat inikah? bagaimana dengan
pembelajaran atau kelanjutan ujian sekolah? Dan akhirnya saya mendapat jawaban. Kepala sekolah
secara resmi menyampaikan keputusan Yayasan Tarakanita, yang telah merespon
dengan sangat cepat dan baik himbauan pemerintah bahwa setiap orang harus social
distancing, menjaga jarak, bahkan membentuk team khusus untuk penanganan wabah ini.
Keputusan
tersebut berdampak bahwa seluruh kegiatan tatap muka termasuk pembelajaran dan
ujian sekolah tidak dapat dilanjutkan. Sekolah masih mengusahakan upaya lain, yakni
pembagian shift untuk karyawan. Namun
pembagian shift akhirnya hanya berjalan selama kurang lebih 4 hari saja karena ada
himbauan untuk “stay at home” bagi semua
kalangan. Sehingga mulai hari itu seluruh karyawan bekerja dari
rumah. Dengan ketentuan pembelajaran tetap berlangsung tetapi dengan Pembelajaran
Jarak jauh (PJJ) atau online.
Inilah
babak baru dalam kehidupan saya secara pribadi. Belajar jarak jauh? semacam apa? bagaimana? media apa yang bisa dipakai? Pertanyaan tersebut
spontan muncul di hati saya karena saya belum pernah mengalaminya. Situasi tersebut menggerakkan
saya pada aktivitas googling internet untuk mengetahui tentang media
belajar jarak jauh. Beruntung bahwa
banyak postingan melalui WA yang memunculkan model pembelajaran jarah jauh. Ada
banyak aplikasi yang bisa dipakai.
Satu hal yang
membuat saya angkat jempol dan sangat salut adalah program HSG di setiap minggu
kedua dalam bulan. Dalam HSG tersebut selain
bapak ibu guru wajib membaca dan men-sharing-kan buku literasi kepada teman yang
lain, juga banyak belajar tentang media yang dapat digunakan untuk pembelajaran.
Saat pertemuan HSG terakhir, di minggu
kedua bulan Maret, SMA Tarakanita 2
Pluit membuat kebijakan untuk memberi waktu bagi bapak ibu guru merefresh
kembali media belajar seperti Google Class Room dan Kahoot yang dipandu oleh Bapak Estu dan bapak ibu guru TIK.
Mereka
mendampingi dan melatih bapak ibu guru
dalam pembuatan materi termasuk mind map
dan PPT, soal pilihan ganda maupun uraian di Google
Class Room. Hal tersebut menjadi keberuntungan
bagi saya karena ketika harus melakukan pembelajaran jarak jauh saya dapat mengunakan aplikasi tersebut (competence).
Langkah
pertama
yang saya lakukan untuk proses PJJ adalah
melengkapi media saya dengan aplikasi line
untuk memudahkan dalam berkomunikasi
dengan siswa. Media line menjadi salah satu aplikasi yang populer dan dimiliki
hampir sebagian besar siswa/anak muda.
Langkah berikutnya saya memantapkan diri untuk mencoba (creativity), mulai
menyusun pembelajaran di aplikasi Google
Class Room (walaupun dalam banyak hal tetap berkonsultasi dengan kepala sekolah
dan teman-teman lain terlebih bapak ibu guru
TIK), pada akhirnya satu paket pembelajaran
Agama Kelas 11 untuk hari Kamis, 19 Maret 2020 selesai dibuat dan diupload ke Google
Class Room. Dan dalam pelaksanan PJJ nyaris tanpa kendala sama sekali. Anak
anak dapat login dengan mudah, membaca atau mempelajari naskah materi yang
disajikan dan mengerjakan tugas. Pendampingan kepada anak
anak/siswa
saya lakukan melalui line, dengan memberikan beberapa
petunjuk teknis, dan juga menjawab beberapa
pertanyaan dari mereka. Semuanya direspon sangat
baik oleh siswa. PJJ berlangsung/ berhasil dengan baik.
Demikian
pula saat mempersiapkan pembelajaran Kelas
10 untuk hari Kamis, 26 Maret 2020, dan
paket pembelajaran yang lain termasuk untuk ujian sekolah kelas 12, semuanya dapat saya lakukan
dengan lebih baik. Proses PJJ juga berjalan
dengan lancar tidak ada kendala sama sekali.
Dari
pengalaman pembelajaran jarak jauh, saya
menyadari bahwa tanggung jawab mendampingi anak tidak
bisa dikesampingkan begitu saja. Tetapi dilakukan sama seperti
ketika saya berhadapan dengan anak - anak di kelas. Bahkan saat proses PJJ
sedang berlangsung seluruh waktu saya
ada bersama dengan anak anak. Melayani pertanyaan yang mereka sampaikan ataupun
memberi pengarahan kepada mereka terkait pembelajaran tersebut.
Saya
memahami dan menyadari bahwa tanggung jawab bekerja dari rumah juga sangat
besar. Saya dilatih untuk setia melakukan
pekerjaan saya (conviction).
Walaupun
dari sisi jam kerja ditetapkan dari jam 08.00 sd jam 14.00 dan laporan atau absen harian via WA juga diakhiri pada jam 14.00 atau 15.00, tetapi faktanya
tidak seperti
itu. Tidak bisa serta merta menutup buku atau tugas sekolah, justru sering kali
melakukan pekerjaan sampai jam 22.00 atau 23.00 malam. Jika sudah mulai koreksi maka ada perasaan enggan untuk berhenti ketika koreksian belum selesai. Tanpa disadari rupanya hal tersebut adalah salah satu cara untuk menjaga stabilitas mood saya untuk tetap bekerja. Di setiap kesempatan tergerak kembali untuk melihat/koreksi
pekerjaan siswa maupun mempersiapkan materi ajar berikutnya.
Situasi tersebut sedikit berbeda ketika bekerja di sekolah. Biasanya menjelang pukul
15.00 sudah tutup buku dan persiapan
untuk pulang. Di rumah pun sangat jarang mengerjakan pekerjaan sekolah kecuali
dalam situasi
yang mendesak.
Tetapi dengan bekerja dari rumah batasan jam kerja tersebut hampir tidak ada. Setiap saat mempunyai
keinginan membuka pekerjaan anak/koreksi
maupun menyusun paket pembelajaran berikutnya. Semuanya saya lakukan dengan ringan dan tanpa
tekanan. Saya juga tidak mempunyai keinginan untuk pergi ke tempat lain di saat jam kerja. Batin saya mengarah pada sisi
religiositas/celebration “Setialah dengan pekerjaan yang telah dipercayakan kepadamu
semaksimal mungkin”. Pengalaman bekerja
dari rumah memurnikan motivasi saya bahwa bekerja adalah tugas perutusan dan membuat
saya mengenali diri saya sendiri.
Pekerjaan ini juga mengembangkan rasa sosial saya untuk selalu
melayani/mendampingi anak anak walaupun jarak jauh. dan memunculkan rasa community/keinginan untuk
bertemu dengan mereka, dan juga bertemu komunitas. Maka saat
sekolah menyarankan zoom meeting dan doa bersama pagi hari dan siang hari, menjadi hal yang sangat baik walaupun dengan banyak kendala terkait
internet yang kadang-kadang tidak lancar.
Bekerja dari rumah juga
menjadi cerminan diri seberapa jauh saya bertanggung jawab dan mempunyai
integritas/conviction. Mengembangkan sisi antropologi saya dalam melaksanakan pekerjaan
saya. Saya baru menyadari bahwa ketika pekerjaan ada di depan mata maka mempunyai
keinginan untuk segera menyelesaikannya.
Situasi
ini dapat pula menjadi kesempatan bagi sekolah menaruh kepercayaan khususnya kepada saya secara pribadi.
Harapan besar bagi saya dan
pasti kita semua bahwa pandemi ini bisa
segera berakhir dan semua orang dapat kembali beraktivitas seperti sedia kala. Karena
tetap akan lebih nyaman dan maksimal dalam pendampingan bila bertemu
langsung/tatap muka dengan siswa. Lebih mudah dalam berkomunikasi atau dialog
sehingga hasilnyapun lebih maksimal dan
terselesaikan lebih cepat.
SEMOGA
Elisabet Dwihardani
Guru Agama Katolik
SMA Tarakanita 2 Pluit.
-
there are no comments yet